Silolangi.News-TIDAK perlu ditanya lagi, karena sudah menjadi rahasia
umum bahwa Organisasi Mahasiswa Intern senantiasa menjadi ajang perebutan
tahta Organisasi Mahasiswa Ekstern.
Organisasi Mahasiswa Intern menjadi lahan garapan di kancah perpolitikan nun
pemilu mahasiswa.
Organisasi mahasiswa,
demikian diistilahkan "Omas". Pada ranah intern (dalam kampus) atau
ekstern (luar kampus).
Perbedaan
ideologis omas ekstern, mempengaruhi gerak-gerik omas intern. Sehingga ,
nyaris tak bisa dibedakan antara karakter omas intern atau omas ekstern pada
pergumulan Pemilu Mahasiswa (Pemiluma). Hal itu dapat dilihat dari indikasi
sebuah kesamaan corak kepentingannya. Setiap omas ekstern, masing-masing
menginfeksi omas intern agar orientasinya sejalan.
Dapat dilihat dari teknik
kerja yang ditempuh omas ekstern, dengan melejitkan figur yang "marketable" agar dapat mengais
banyak suara pada Pemiluma.
Pada tingkat HIMA keterlibatan
atas pembekalan dari OMas ekstern, yaitu mahasiswa yang berlebel omas ekstern
tertentu bagai di atas angin dan menjelma bak sebagai motivator. Sehingga,
sebagian besar mendominasi dan membawa pengaruh pada pelaksanaan program kerja
HIMA itu. Alhasil, secara praktis pengaruh omas ekstern adalah sebagai motivator,
pemberdaya, dan pemberi warna serta rasa omas intern.
Tetapi sering terjadi
"perang dingin" omas intern yang berada di tahta BEM, dengan omas
ekstern, meski sebetulnya itu hanya cerminan manuver politik segelintir omas
ekstern yang beda garis pergerakan. Yang tentunya, beda orientasi
kepentingannya.
Perang dingin, tercipta oleh
kurangnya sikap lapang dada pada setiap perbedaan pendapat. Bukankah idealnya,
mahasiswa yang sebagai seorang intelektual harus memiliki sikap terbuka? Yang
artinya dapat menerima setiap perbedaan
pendapat, serta tidak ngotot memaksakan kehendaknya. Seperti yang sudah-sudah, aktivis
yang bercokol di posisi BEM cenderung menerapkan narasi tunggal. Tidak sudi
menilik wacana mahasiswa dari omas bendera lain. Apalagi yang tidak punya
bendera. Ya, hanya menafsirkan kebenaran
dari omas yang mengusungnya. Intern, pun ekstern.
Aktivis yang merangsek naik
ke tahta BEM, sering dimaknai sebagai manivestasi dari omas ekstern tertentu. Seolah
memiliki wewenang istimewa untuk menampung aspirasi bawah dan terkesan harus
ditandingi omas ekstern lain. Hal ini berdampak pada: Pertama, menafikkan peran mahasiswa yang sedianya berada di luar
garis lingkaran omas ekstern tertentu. Dengan kata lain, tidak pegang bendera.
Dan bahkan, hanya dijadikan objek belaka. Kedua, kadang menghambat kerja omas intern pada perealisasian
program kerja, sebab kabut "perang dingin" membuat canggung-sungkan
sampai segan personal yang berasal dari omas ekstern yang berbeda, utamanya
pada tarik-menarik berbagai kepentingan yang menjangkit. Oleh karenanya, “mungkin” akan bijak. Atau
bahkan sudah menjadi sebuah keharusan mengakui ini: bahwa kita, belum dewasa
ber-"politik". Ketiga,
pandangan skeptis atas kinerja dan pembenaran ide-ide yang dikembangkan dalam
lingkaran omas ekstern tertentu, menjadi penjelas bahwa setiap omas ekstern
memiliki karakteristik dan corak berbeda dengan yang lain. Tetapi, sikap
menerima kebenaran dari omas lain jarang dimaknai sebagai obat pereda iri-dengki.
Bahkan anggapan soal kebenaran, harus barasal dari "bendera" kita.
Dalam pada itu, perlu
dikembangkan sikap inklusif dan transformatif di antara omas yang ada. Baik
intern maupun ekstern. Bagaimana pun juga, semua mahasiswa dalam satu kampus
adalah keluarga yang harus saling mengisi dan mengasihi dalam hal gagasan dan
wacana. Terlepas dari apapun warna benderanya. Dalam omas intern maupun
ekstern. Bahkan yang tak punya bendera sekalipun. Sehingga, kecanggungan pun
reda dengan ngopi bersama. (L-Dunny)
Menyangkut -Omas Intern dan Ekstern
Reviewed by Silo Langi
on
3/16/2017 06:52:00 PM
Rating:
No comments: