SilolangiNews-Palu. Komunitas Seni Lobo menggelar Bincang Seni sebagai bagian dari rangkaian Festival Sastra Tadulako Notutura 2023 berlangsung di Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan, Kota Palu, Minggu (2/09/2023).
Dialog terbuka ini menghadirkan Dosen Universitas Tadulako Palu Dr. Gazali Lembah dan juga pegiat literasi Palu Neni Muhidin, dengan mengusung tema “Melihat Regenerasi Bahasa Daerah Melalui Karya Sastra, Sudahkah Genting?”.
Dalam sesi paparan materinya, Neni Muhidin mengungkapkan bahwa dinamika karya sastra berbahasa daerah sama problemnya dengan penggunaan bahasa Indonesia, pemertahanan bahasa di ruang publik dan yang menjadi problem mendasar dari karya sastra berbahasa daerah adalah keterbacaan.
“Pertimbangan menerbitkan itu kita jangkau orang dan problem mendasar dari karya-karyanya kita di Palu ini adalah keterbacaan. Kita produktif menghasilkan karya, memproduksi buku dan seterusnya, tapi yang menjadi tantangan adalah menjawab keterbacaan keterjangkauan buku ini ke banyak orang, jadi problem keterbacaan ini jadi catatan,” paparnya.
“Saya
itu mendalami Kaili awalnya bukan sebagai bahasa, itu sebagai makna makanya
saya itu suka sekali menelusuri lema bukan bahasa Kaili sebagai percakapan tapi
sebagai kata-kata. Orang yang ingin mendalami bahasa atau misalnya dia
sastrawan kata itu memantik rasa ingin tau yang lebih dalam. Bahasa daerah
memang tumbuh sebagai makna apalagi sastra ada dilapis-lapis dalam, percakapan
dilapis kulit arinya kalau sastra dia mengajak kita untuk masuk ke dalam.
Bahasa Kaili itu sastra sekali karena dia mengajak kita untuk punya kuriositas
punya rasa ingin tahu yang tidak sekadar kata itu bisa ditaruh sebagai
percakapan tapi sebagai makna,” terangnya.
Sementara
Gazali Lembah dalam penuturannya aktif membahas penggunaan bahasa daerah yang
terancam punah atau terpinggirkan.
“…Saya
membagi kuis kepada anak SD, SMP, SMA, dan Mahasiswa. Masing-masing delapan
puluh orang. Anak SD sedih saya, pertanyaannya sederhana orang tua saya
menggunakan bahasa Kaili berkomunikasi sehari-hari dengan saya, jawabannya itu
tinggal dia pilih selalu/kadang/tidak pernah, jawabannya 80 tidak pernah. Tapi
ketika saya tanya lagi orang tua saya berbahasa Kaili dengan ibu saya begitu
kakaknya begitu juga adeknya masih, tapi anak SD tidak, anak mahasiswa menjawab
itu. Artinya Ibunya itu usia 40an tahun tetapi Ibu-ibu muda tidak lagi ini
tentu menyedihkan. Kalau sudah bahasa ditinggalkan maka roh berupa culture di
dalamnya otomatis akan hilang” ungkapnya.
“…mahasiswa ketika di cafe kamu tau persis temanmu itu yang baru datang orang tau berbahasa Kaili, apa kau menyapa dia dengam bahasa Kaili? jawaban 80 orang itu hanya kadang-kadang. Kalau itu tidak digunakan ibaratnya kaki ini coba bapak/ibu tidur seminggu jangan gunakan kaki linu ketika jalan, tambah kelamaan akan menjadi kecil, juga bahasa kalau tidak digunakan dia akan mati” lanjutnya.
Akademi UNTAD, Gazali Lembah, cara termudah untuk menjaga dan mempertahankan bahasa daerah dengan mengabadikannya dalam bentuk karya sastra tulis yang kemudian dibukukan atau dalam bentuk nyanyian yang dinyanyikan.
Penulis: Nurhikma, SL
No comments: