Foto by: Andi Ikbal, SL/"suasana pemutaran film Istirahatlah Kata-Kata" |
SilolangiNews.com-Palu. Dalam rangka Pekan Semarak Bulan Bahasa 2023 dan memperingati Dies Natalis 26 tahun, Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (Ikamabastra) Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako (UNTAD) mengadakan nonton bareng dan bedah film di pelataran taman depam kapus UNTAD pada sabtu malam, 22/10/2023.
Film yang menjadi bahan diskusi kali ini adalah film Istirahatlah Kata-Kata yang mengisahkan sosok Wiji Thukul. Wiji Thukul bersembunyi di Kalimantan selama pelariannya, sebelumnya dia ditetapkan menjadi buronan rezim orde baru pasca peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta. Pemutaran direncanakan pada pukul 19.30 wita, namun baru dimulai sejam kemudian. Setelah dibuka oleh MC, film diputarkan, dan setelahnya dilanjutkan dengan penyampaian oleh dua orang pematik dan masuk ke sesi diskusi. Astri Anggraeni Putri, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP UNTAD tampil sebagai moderator diskusi.
Pemantik pertama adalah Rian Purnama, S.Pd.,M.Pd. yang juga merupakan alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP UNTAD. Ia menjelaskan bahwa film ini mengambil satu masa dalam potongan hidup seorang Wiji Thukul. Sebuah keheningan dalam pelariannya. Ia juga menjelaskan bagaimana seorang Wiji ini berjuang untuk menegakkan HAM, dan tentang Ia yang menjadi salah satu orang yang dicari oleh rezim Orde Baru.
“Mereka-mereka yang dianggap menginisiasi kejadian itu akan ditembak mati ditempat, dan salah satunya yang di curigai dan di cari adalah Wiji Thukul” ucap Rian.
Neni Muhidin, pendiri pustaka Nemu Buku tampil menjadi pemantik kedua dalam bedah film ini. Ia menjelaskan dengan mulai menggambarkan situasi politik di zaman yang menjadi latar film ini, yaitu Orde baru. Juga, menggambarkan sosok Wiji Thukul yang merupakan aktivis HAM masa itu.
“Film ini adalah bahan yang baik buat adik-adik mempelajari sejarah, atau babak dari sejarah politik Indonesia” ucap Neni Muhidin.
Neni menjelaskan, bahwa problem yang ada hari ini, termauk di kalangan mahasiswa, adalah kurangnya minat terhadap sejarah. Disebutnya dengan istilah “tuna sejarah”. Mahasiswa malas membaca. Sebagai alternatif kemudian, film ini hadir untuk membantu kita dalam memahami potongan-potongan sejarah bangsa indonesia.
“Jadi film ini buat saya jadi penting buat teman-teman karena ia memberikan cara yang lain, cara yang kreatif, untuk mempelajarai atau memahami satu dari sekian, atau satu dari banyak babak politik di Indonesia. Film ini kalau temen-temen tadi nonton simak baik-baik, bisa membayangkan betapa tokoh yang namanya Wiji Thukul ini, itu harus hidup berpindah-pindah karena takut ditangkap. Solo, Pontianak, Jakarta, dan kemudian dia hilang. Dan sampai hari ini tidak ditemukan” paparnya.
Selain itu, kata Neni bahwa film ini sangat relate dengan penyelenggara kegiatan yaitu Ikamabastra yang merupakan himpunan para mahasiswa yang mempelajari bahasa dan sastra. Film ini mengantar penonton untuk memahami karya sastra, yaitu puisi. Terdapat beberapa potongan puisi dalam film ini.
“Ada bagian di awal film yang menarik, ‘buat apa kau banyak baca kalau mulutmu kau bungkam melulu’. Kalau tidak salah itu ya. Baris puisi itu mau bilang buat apa kau sekolah atau buat apa kau kuliah kalau kau ndak kritis. Kurang lebih bgitu begitu ya. Buat apa temen-temen kuliah kalau temen ini ndak kritis, tidak nalar, tidak logic” katanya.
Setelah pemaparan dari pematik, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi. Beberapa peserta bertanya, dan ada juga yang memaparkan pendapatnya tentang film ini. Kesertuan diskusi harus ditutup oleh waktu yang makin larut. Kegiatan diskusi itu ditutup oleh moderator pada kurang lebih pukul 23.00 wita dan menandakan kegiatan bedah buku itu telah usai.
Penulis: Andi Ikbal, SL
No comments: