Foto by: Widya Pratiwi, SL/”Potret kegiatan dialog kebijakan memperingati 16HAKtP” |
SilolangiNews-Palu. Kekerasan seksual hingga hari ini sedang marak di lingkungan kampus. Di Universitas Tadulako (UNTAD) sendiri belakangan mencuat beberapa isu kekerasan seksual. Dalam menangani hal tersebut, pihak kampus mengambil langkah dengan membentuk satgas PPKS. Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP), dilaksanakan Dialog Kebijakan 16 HAKtP yang menghadirkan pemateri salah satunya adalah dari pihak Satgas PPKS UNTAD. Kegiatan berlangsung di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNTAD, Jum'at (24/11/23).
Dalam penyampaiannya, Ketua satgas PPKS UNTAD Dr. Nudlhatulhuda, SE. M.Si berbicara mengenai kontribusi satgas dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Menurutnya, pihak satgas telah melakukan kegiatan-kegiatan dalam upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual di dalam kampus. Namun, dalam hal pendampingan, ia justru berharap pada UKM dan Oganisasi Mahasiswa (Ormawa) yang melakukan pendampingan.
"Kami melakukan workshop sebagai bentuk bagaimana supaya mahasiswa turun terlibat dengan cara sosialisasi dalam hal pencegahan, kalau penanganan saya pikir punya teknik tersendiri. Yang kita harapkan UKM atau ORMAWA ini ada divisi khusus untuk pendampingan korban. Kami membuat workshop sosialisasi di UNTAD secara gratis, memberikan pengetahuan dan mensosialisasikan keberadaan satgas PPKS karena banyaknya laporan yang terus masuk. Dan terus dibedah, apakah ranah tersebut masuk kedalam kekerasan seksual" Ungkap Dr. Nudlhatulhuda.
Ia juga menambahkan bahwa ada beragam jenis kekerasan seksual. Juga pada kejadiannya, banyak hal yang perlu diperhatikan, salah satunya mengenai bukti-bukti terjadinya kekerasan tersebut.
"Jenis kekerasan itu banyak, fisik, non fisik, atau verbal dan non verbal. Kekerasan seksual lebih spesifikasi dan sulit ditangani tanpa bukti karena kekerasan seksual kadang terjadi pada saat ruang yang kosong, karena tidak adanya orang. Dalam kekerasan seksual akan menimbulkan Adanya biru biru, cakar-cakar, perlawanan, yang pada umumnya terjadi ditempat sepi, dan tidak ada orang lain. Asumsi yang tadi itu bukan ranah kita, karena itu sudah menyangkut ke dosen. Yang menyebabkan mahasiswa takut melapor, karena tidak lulus dan nilai eror. Jadi ada baiknya jika mulai saat ini kita mulai berani bicara, agar dikatakan semua mahasiswa dilingkungan kampus juga turut menangani kekerasan seksual di lingkungan kampus" Lanjutnya
Adapun BEM FISIP UNTAD, salah satu yang berinisiatif dalam kolaborasi kegiatan ini, menuntut adanya sikap Indpedensi dari Satgas UNTAD. Ketika Tim SilolangiNews melakukan wawacara, Ia mengatakan perlu ada independensi dan publikasi penanganan kasus, sehingga ada transparansi proses penangan kasus terhadap publik.
“Diadakannya dialog kebijakan ini, dengan tujuan mengevaluasi dari implementasi kebijakan permendikbud yang dijalankan oleh satgas PPKS. Karena menurut kita dari BEM-BEM Fakultas, beranggapan bahwa justru satgas ketika menjalankan tugasnya sebagai pendamping, justru tidak memiliki sikap independensi sama sekali. Dalam artian ada beberapa kasus yang tidak ter blow up ke publik, dan juga ada indikasi bahwa sebagian besar kasus yang ditangani oleh satgas itu berakhir dengan kata damai. Karena sampai saat ini kita belum tahu apakah kasus yang ditangani oleh satgas itu, si pelaku mendapatkan hukuman atau ndak. Seperti itu” Ungkap Moh Syafriali dalam wawancara.
Foto by: Widya Pratiwi, SL/”Potret pemateri ibu Mutmainnah Korona dalam penyampaiannya” |
Dalam kegiatan ini, juga hadir sebagai pembicara Mutmainah Korona, SE yang merupakan Anggota DPRD kota Palu dan Dewi Rana Amir S.H., M.H selaku direktur LiBu Sulteng. Kegiatan dialog kebijakan berlangsung dengan pembahasan mengenai kasus-kasus pelecehan yang sering terjadi di lingkungan kampus. Baik antara mahasiswa dan mahasiswa, mahasiswa dan operator, juga mahasiswa dan dosen.
Dewi Rana Amir S.H., M.H memberi tanggapan terhadap bagaimana hukum mengatur pencegahan kekerasan seksual dan apa saja aspek hukum yang melandasi isu-isu kekerasan seksual di lingkungan kampus. Menurutnya, sudah ada hukum-hukum yang mengatur meskipun masih ada yang belum bisa terjangkau oleh AD/ART dan KUHP.
"Sebenarnya sudah ada hukum-hukum yang mengatur tentang kekerasan di lingkungan kampus, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa di jangkau oleh AD/ART dan KUHP. Namun, salah satu upaya yang bisa menjangkau kekerasan seksual di lingkungan kampus, yaitu dengan adanya Undang-Undang PPKS" Ujarnya
Sementara itu, Mutmainah Korona, SE menyampaikan kebijakan DPRD dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan Kampus. Karena maraknya pelecehan seksual di lingkungan kampus, perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang pecegahan maupun penanganannya. Dalam kesempatan ini, ia menjelaskan mengenai aturan-aturan dan realisasinya. Ada UUD No. 12 Tahun 2022 yang telah menjadi pegangan. Selain itu, hadir UUD TPKS yang menurutnya adalah suatu langkah maju dari DPR dalam penanganan kekrasan seksual. Pemerintah, menurutnya, perlu memastikan bahwa kebijakan itu benar-benar terimplementasi.
“Hadirnya pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan benar-benar terimplementasi. Memastikan juga UUD benar-benar berjalan, contohnya PERDA tentang perlindungan anak, Lalu Mengalokasikan anggaran yang bisa disediakan pemerintah untuk menangani wilayah-wilayah yang rentan kekerasan seksual, begal, dan lainnya. Kebijakan tidak akan berjalan, tanpa adanya pemerintah” Paparnya.
Kegiatan Dialog Kebijakan 16 HAKtP diselenggarakan oleh Celebes Bergerak dan berkolaborasi dengan tujuh lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNTAD, yaitu BEM FISIP, BEM FKIP, BEM FH, BEM FAHUTAN, BEM FAPETKAN, BEM FEB, dan BEM KESMAS. Kegiatan ini seharusnya dimulai pada pukul 13.00 WITA, namun ada keterlambatan sehingga baru di mulai sejam berikutnya. Peserta kegiatan adalah mahasiswa UNTAD dari berbagai fakultas sebanyak kurang lebih seratus orang. Dialog dimulai setelah sebelumnya dilakukan pembukaan kegiatan. Sebelumnya, direncanakan Rektor UNTAD akan hadir sebagai opening speech, namun ternyata beliau tak hadir.
Sebagai moderator tampil Wulan Trisya Lembonunu, direktur pendidikan dan pemberdayaan Sikola Mombine selaku moderator di acara tersebut. Ia mewakili BEM menyampaikan tujuan diadakannya acara tersebut adalah sebagai bentuk deklarasi bersama pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
“Tujuan diadakannya kegiatan ini, agar kita bisa sama-sama bersinergi dengan pihak kampus, mencegah dan mendeklarasikan bersama pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus” Ucapnya
Penulis: Sulfia, SL dan Aviva, SL
Editor: Andi Ikbal, SL
No comments: