![]() |
Foto by: Agus Matjurah/"Rapat Penyampaian Anggaran Kemahasiswaan" |
· Dana kegiatan kelembagaan: dari Rp448 juta menjadi Rp156 juta
· Kompetisi tingkat nasional: dari Rp112 juta menjadi Rp55 juta
· Expo kemahasiswaan: dari Rp62 juta menjadi Rp53 juta
· Workshop dunia kerja: tetap Rp18 juta
· Studi banding: ditiadakan
· Festival seni FKIP (FAF): dari Rp59 juta menjadi Rp50 juta
· Perjalanan mahasiswa: dari Rp52 juta menjadi Rp16 juta
Dr. Humaedi menekankan bahwa dana pembinaan mahasiswa dan kelembagaan tetap diprioritaskan meskipun dalam keterbatasan.
Pada sesi tanya jawab, Ibu Ami dari Keuangan FKIP menegaskan pentingnya kelengkapan dokumen dalam proposal dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Salah satu kebijakan baru yang cukup mengejutkan adalah larangan pencantuman konsumsi dalam RAB kegiatan mahasiswa.
"Sekarang aturan lebih ketat, kegiatan universitas saja tidak ada konsumsi. Jika ada konsumsi dalam RAB, maka tidak bisa di LPJ-kan. Itu berlaku untuk kita tapi belum tahu apakah berlaku juga untuk mahasiswa atau tidak. Karena untuk kita berlaku tidak boleh ada konsumsi jika berkegiatan." jelasnya.
Ketua HIMABRIS, Maulana Malik Al-Givari, menanyakan kemungkinan penyusunan format panduan LPJ agar dapat meminimalisir revisi. Ibu Ami menyetujui ide tersebut dan menyerahkan tugas ini kepada Ketua DPM FKIP.
Maulana juga mempertanyakan alokasi dana untuk FAF (FKIP Art Festival) yang masih dipertahankan sementara program studi banding ditiadakan. Wakil Dekan Kemahasiswaan menjelaskan bahwa festival ini rutin diadakan dengan harapan dapat melahirkan delegasi FKIP ke tingkat nasional.
Beberapa perwakilan lembaga mahasiswa mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap minimnya dana yang dialokasikan. Ketua Umum HIMADIGSA, Hilmansyah Aswadji, mempertanyakan alasan menurunnya persentase alokasi dana untuk kelembagaan mahasiswa. Sementara itu, Ketua Mapala Lalimpala, Mifta Huljanah, mengeluhkan ketidakkonsistenan dalam revisi LPJ yang sering berubah-ubah.
Menanggapi hal ini, Dr. Humaedi meminta mahasiswa untuk lebih kreatif mencari sumber dana lain di luar kampus.
"Kita semua prihatin dengan situasi ini. Tapi ini bukan hanya soal mahasiswa, bahkan Pak Rektor pun mengeluh. Oleh karena itu, kita perlu mencari alternatif pendanaan di luar kampus," tegasnya.
Kemudian, Moh. Afan dari HIMA-PJKR menanyakan apakah pemotongan anggaran ini akan berdampak pada penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dr. Humaedi menjelaskan bahwa dana kemahasiswaan berasal dari APBN, bukan dari UKT, sehingga tidak ada kaitannya dengan penyesuaian UKT.
Dengan kondisi anggaran yang terbatas, mahasiswa FKIP diharapkan lebih mandiri dan inovatif dalam menjalankan program-program mereka, baik melalui sponsor maupun pendanaan eksternal lainnya. Meski penuh tantangan, rapat ini menjadi momentum bagi mahasiswa untuk lebih adaptif dalam menghadapi keterbatasan anggaran demi kelangsungan kegiatan kemahasiswaan.
Penulis: Rika/SL

No comments: