Fenomena FOMO di Media Sosial dan Pengaruhnya pada Kesehatan Mental Mahasiswa

Foto by Meta AI
Foto by: META AI


SilolangiNews-Palu. Di era digital, mahasiswa tak hanya berjuang dengan tugas kampus tapi juga dengan tekanan dari media sosial. FOMO (fear of missing out) atau ketakutan ketinggalan tren menjadi fenomena yang merajalela dan mempengaruhi kesehatan mental mereka. Berdasarkan studi yang dilakukan di Universitas Indonesia pada tahun 2023, sekitar 70% mahasiswa yang disurvei mengaku mengalami FOMO. Dari jumlah tersebut, 50% merasa bahwa FOMO mempengaruhi konsentrasi mereka dalam belajar dan 30% merasa bahwa FOMO berdampak pada hubungan sosial mereka. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Psychology UNAIR menunjukkan bahwa FOMO dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan dan rendahnya harga diri pada mahasiswa.


Dengan fenomena tersebut pula, muncul dampak FOMO pada mahasiswa:


1. Kecemasan dan stress
Bagaimana notifikasi yang terus menerus muncul atau melihat postingan teman tentang pencapaian atau hal menyenangkan dan bahagia yang juga diinginkannya memicu perasaan tidak nyaman seperti stress, cemas, gelisah, sedih, kecewa, tertekan dan sebagainya.


2. Kurangnya konsentrasi akademik 
Ketergantungan pada media sosial bisa mengurangi waktu belajar atau fokus mahasiswa. Media sosial menjadi distraksi untuk melakukan kegiatan yang seharusnya. Mereka mengerjakan tugas atau belajar menjadi opsi terakhir saat mepet deadline serta dengan tempo pengerjaan yang terburu-buru.


3. Dampak pada self-esteem (kepercayaan diri) 
Mahasiswa sering membandingkan kehidupan mereka dengan "kesempurnaan" yang terlihat di layar ponsel mereka. Hal ini pula yang menimbulkan rasa rendah diri atau insecure kemudian akan related dengan poin 1 yaitu mulai muncul kecemasan atau stress.


Menurut penulis secara personal, mahasiswa perlu membatasi diri dari media sosial untuk menghindari efek negatif FOMO. Mahasiswa dapat mulai mencari edukasi tentang dampak buruk medsos pada kesehatan mental dengan ikut seminar, konseling, membaca artikel atau buku. Penulis sendiri pernah mengalami dampak dari fenomena FOMO ini lalu memutuskan untuk mengurangi penggunaan sosial media dan penulis merasa lebih baik dan secure (aman) setelahnya. Bahkan, tujuan penulisan opini ini bertujuan agar pembaca teredukasi dan dapat lebih menyayangi diri sendiri.


Berikut solusi mengatasi FOMO:
1. Meningkatkan kesadaran diri
Menyadari bahwa apa yang ditampilkan di media sosial sering kali hanya bagian terbaik dari hidup seseorang. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, orang jawa bilang hidup itu "sawang-sinawang". Secara harfiah artinya "melihat" jadi "sawang-sinawang" berarti "melihat melihat". Filosofinya adalah bahwa hidup itu sering terlihat lebih baik di mata orang lain tapi setiap orang punya perjuangan dan struggle-nya masing-masing.


2. Detoks media sosial
Mengurangi waktu bermain media sosial untuk fokus pada kehidupan nyata. Rehatkan diri sejenak untuk berkoneksi secara langsung dengan teman atau keluarga, atau sekedar berkeliling komplek agar mendapat paparan cahaya matahari pagi yang baik untuk tubuh, dan bisa juga sekedar menata ulang tatanan kamar kalian.


3. Prioritaskan kesehatan mental 
Ingatlah bahwa kesehatan mental kalian juga berharga, tubuh yang sehat juga berasal dari mental yang terjaga. Kalian bisa menerapkan mindfulness, meditasi, atau jurnaling.


FOMO mungkin sulit atau tidak dalat dihindari sepenuhnya tetapi dengan kesadaran dan pengelolaan yang tepat mahasiswa bisa membebaskan diri dari tekanan yang tidak perlu. Ingatlah sekali lagi bahwa kesehatan mental itu berharga, gunakan media sosial dengan bijak, dan fokus saja pada tujuan pribadi kalian tanpa membandingkan diri dengan orang lain.


Penulis: Rika/SL 

Fenomena FOMO di Media Sosial dan Pengaruhnya pada Kesehatan Mental Mahasiswa Fenomena FOMO di Media Sosial dan Pengaruhnya pada Kesehatan Mental Mahasiswa Reviewed by Silo Langi on 1/10/2025 05:39:00 PM Rating: 5

No comments: